Saya bingung ketika usai ramadhan diadakan pertemuan dengan pembentukan Takmir masjid di kampungku. sebelumnya pada waktu ramadhan sangat menyedihkan, jama'ah sangat sepi tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang biasanya selalu ramai. dan yang lebih menyedihkan lagi tidak adanya imam karena yang biasa jadi imam lebih memilih tarling atau sedang berada diperantauan (waktu itu saya masih SMA/ 2005) belum layak jadi imam hehehe :D). meskipunada tapi lain dari biasanya yaitu (memaksakan) kepada makmun sholat tarawih itu 2 rekaat x 4 dan 2 + 1 rekaat witir (biasanya dikampungku itu 4 rekaat x 2 dan 3 rekaat witir) kalo tidak maka dia akan pulang dan mempesilakan yang lain untuk mengiami, padahal yang lain kan gak ada. kalo saya sih 'manut' imam meskipun dalam hati pinginnya 4 rekaat x 2.
Singkat cerita pada waktu pertemuan itu banyak yang datang, dan imam yang menjadikan 'kebiasaan' 4 rekaat x 2 menjadi 2 dimarahi oleh 'yang punya' itu masjid. karena dibeukan dia itu telah 'merusak kebiasaan yang sudah berlangsung lama' (tanpa menunjukkan dalil/hadist). alhasil ditahun berikutnya sholat tarawih dilaksanakan seperti biasanya 4 rekaat x 2 dan tentunya yang bertugas jadi imam sudah ditentukan, jadi semua tidak boleh ikut tarling.
Selang beberapa tahun kemudian (2007 kayaknya, lupa hehe) semuanya yang sebelumnya kekeh dengan 4 rekaat x 2 akhirnya memberi ceramah kepada para jamaah bahwa tarawih kali ini dilakukakn 2 rekaat x 4 dan 3 rekaat witir (hadew akhirnya menjilat ludahnya sendiri). ya mungkin waktu itu pas sebagian dari mereka ikut pengajian bareng Pak P** yang bernuansa **. dan berlanjut hingga kini. Untuk tahun ini gak tahu deh ceritanya bagaimana, karena merka sudah punya masjid masing-masing. di sebelah kanan rumah dan sebelah kiri rumah(ku). bingung...? tapi saya gak bingung kok, la saya sudah mantap dengan pilihan saya.
Kalau saya pribadi sih lebih mantap yang 4 rekaat x 2 dan 3 witir, tapi kalo pas jamaah di masjid ya manut imamnya saja, la semua itu sudah ada dahlil'nya yang penting saling menghormati :)
Berikut ini hadist yang saya kutip tentang pelaksaan shalat tarawih
Hadits yg menyatakan Rasululloh SAw shalat tarawih 4 raka’at dg 1 salam adalah sebagai berikut:
“Nabi SAw shalat tidak lebih dari sebelas rakaat, baik dalam bulan
Ramadhan maupun lainnya: Beliau salat empat rakaat –jangan tanya
tentang bagus dan lamanya– kemudian empat rakaat lagi—jangan tanya
pula tentang bagus dan lamanya–, kemudian tiga rakaat…” (HR. Muslim)
Sebagai tambahan hadits ini shahih dalam kitab AT TAJRID ASH SHARIH (HR.
Bukhari)
tendes89ip.com
corat-coret tentang apa saja
Selasa, 09 Juli 2013
Senin, 18 Februari 2013
Wanita Butuh Perhatian, Pria Butuh Dipercaya
SERINGKALI kita memberikan kepada pasangan apa yang kita butuhkan dan bukan apa yang dibutuhkan oleh pasangan.
Kita "lupa" bahwa setiap individu berbeda, termasuk pasangan kita.
Konon, pria dan wanita itu berbeda, sehingga kebutuhan emosionalnya juga berbeda. Namun tak semua pria dan wanita memahami bahwa mereka memiliki kebutuhan berbeda.
Sehingga sering terjadi, mereka mendapatkan dari pasangannya apa yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Begitupun sebaliknya, mereka memberikan kepada pasangannya apa yang sebenarnya tak dibutuhkan oleh si pasangan.
Hal itu terjadi karena mereka berasumsi bahwa apa yang mereka dambakan/kehendaki, maka itu juga yang dibutuhkan oleh pasangannya. Sehingga, yang mereka berikan adalah apa yang mereka butuhkan sendiri, bukan kebutuhan pasangannya.
Itulah mengapa, kata John Gray, Ph.D., penulis buku Men Are From Mars, Women Are from Venus, seringkali orang mengatakan bahwa mereka sudah banyak memberi namun pasangannya tak membalasnya secara setimpal. "Ya, mereka memang memberi, tapi tidak seperti yang diinginkan pasangannya.
Untuk menerima lebih banyak, kita harus belajar bagaimana memberi, bukan dengan apa yang kita butuhkan, tapi apa yang pasangan kita butuhkan," tulisnya. Jika kita dapat memenuhi kebutuhan pasangan kita, maka pasangan kita pun secara spontan akan memenuhi kebutuhan kita.
John Gray yang selama lebih dari 20 tahun aktif menyelenggarakan berbagai seminar tentang menjalin hubungan antara pria-wanita/suami-istri ini, sangat meyakini bahwa pria dan wanita memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.
Bila kita tak memahami perbedaan-perbedaan tersebut, maka akan selalu terjadi kesalahpahaman dan kekeliruan. Kita pun tak akan bisa memahami mengapa usaha kita untuk saling memberi dukungan menjadi gagal.
KEBUTUHAN WANITA
Pada wanita, terang penulis buku Mars and Venus Together Forever dan Mars and Venus in The Bedroom ini, kebutuhan yang mendasar ialah ingin diperhatikan, dimengerti, dan dihormati.
"Setiap hari wanita ingin diyakinkan secara verbal bahwa ia dicintai." Artinya, ungkapan seperti, "Saya mencintaimu," secara terus menerus ingin selalu didengarnya.
Wanita juga ingin berbeda dari wanita lain dalam kehidupan suaminya. Ia ingin menjadi wanita satu-satunya, pertama, dan spesial bagi suaminya. Sehingga, ketika hal itu tak didapatkannya, ia mulai merasa tak berharga.
Tapi coba kalau ia merasa dirinyalah yang terpenting dalam kehidupan suaminya, maka dengan mudahnya ia akan memberikan kepercayaan kepada sang suami.
Selain itu, wanita ingin merasa didengarkan dan dipahami dengan penuh empati kala ia mengungkapkan perasaannya. Semakin terpenuhi kebutuhannya untuk didengarkan dan dimengerti, ia pun akan memberikan pengertian yang dibutuhkan pasangannya.
Begitu juga bila pria mau mempertimbangkan pikiran-pikiran si wanita, maka ia akan memberikan penghargaan yang layak diterima oleh suaminya. Sebab, ia merasa dihormati pada saat pria menanggapinya dengan mengakui dan mengutamakan hak-hak, harapan serta kebutuhannya.
KEBUTUHAN PRIA
Lain halnya dengan pria yang sangat membutuhkan penghargaan sebagai imbalan atas usaha dan perbuatannya. "Tanpa adanya cukup penghargaan, lelaki merasa gagal untuk mencapai tujuannya," ujar John Gray.
Karena pria akan menjadi sangat terluka bila wanita tak mempercayai, menghargai atau menerima motivasi, kemampuan, pikiran, keputusan serta sikapnya.
Dalam kondisi pria tak merasa berharga, bisa jadi ia akan menyerah atau justru melakukan tindakan berlawanan dan dengan keras kepala mengulanginya lagi sampai ia dihargai. Tapi kalau ia merasa dihargai oleh pasangannya, semangatnya akan bangkit.
Bahkan, sekalipun ia tak dapat memecahkan masalah di kantornya, namun bila sesampainya di rumah disambut oleh istri dengan kebahagiaan dan ungkapan terima kasih, stresnya langsung berkurang.
Yang juga perlu dipahami, pria tak suka bila ia merasa si wanita ingin mengubahnya atau mencoba memperbaikinya. Bukan berarti pria itu sempurna, tapi ia ingin dipercaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan sendiri. Dengan demikian, ia merasa diterima apa adanya.
Kalau sudah begitu, si pria pun akan lebih mudah untuk mendengarkan dan memberi kepada pasangannya. Ia akan penuh cinta dan perhatian terhadap perasaan dan kebutuhan pasangannya.
Apalagi jika pasangannya telah memetik manfaat dari perbuatan sang pria, maka ia akan semakin terdorong atau lebih bersemangat iuntuk berbuat lebih banyak lagi bagi pasangannya.
JANGAN BERLEBIHAN
Kendati berbeda, namun pada dasarnya pria dan wanita memiliki kebutuhan primer yang sama. John Gray merangkumnya dalam 7 kebutuhan, yaitu: cinta, perhatian, pengertian, rasa hormat, penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan.
Yang perlu diperhatikan, jangan sampai kita menjadi bersikap berlebihan terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut. Seperti dikatakan Dra. Henny Eunike Wirawan, M. Hum, "Kalau kita memiliki 7 kebutuhan tersebut dengan berlebihan, tentunya tak baik juga, kan."
Dikhawatirkan nantinya bisa menjadi posesif, sehingga kita jadi tak bebas bergerak. "Kalau kita terlalu diperhatikan, misalnya, itu, kan, bisa membuat kita ngeri. Sedikit-sedikit diperhatikan, buntutnya jadi enggak bebas juga."
Dalam membina hubungan, terang pembantu dekan I Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta ini, kita harus berani melepas pasangan kita untuk mengaktualisasikan dirinya. "Tapi kalau yang terjadi sebaliknya, berarti cintanya mengikat. Tentunya ini tidak sehat, kan."
Oleh karena itu, Henny melihat sebaiknya ketujuh kebutuhan tersebut ditambah satu kebutuhan lagi, yakni tanggung jawab. "Jadi, masing-masing mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya maupun terhadap pasangannya."
Misalnnya, pada saat pacaran, kalau kita mengasihi pacar kita maka kita akan membuatnya merasa aman dengan kita. Artinya, sang pria tak akan "mengobok-obok" pacarnya sebelum waktunya. "Itulah tanggung jawab dia pada pasangannya."
TIAP INDIVIDU BERBEDA
Henny juga meminta agar kita tak terlalu terpaku bahwa pria dan wanita haruslah seperti yang digambarkan oleh teori John Gray tersebut, sehingga mengharapkan dari pasangannya juga demikian. Sebab, terangnya, "manusia itu sangat individual. Tiap manusia pasti punya sisi feminin dan maskulinnya, hanya kadarnya yang berbeda."
Dengan kata lain, wanita yang satu belum tentu sama dengan wanita lain. Si A mungkin akan merasa senang bila suaminya mengucapkan, "Aku cinta padamu," setiap hari. Tapi si B mungkin malah tak suka dan merasa risih jika diperlakukan demikian. Begitu pula dengan pria, berbeda satu sama lain.
"Tak semua pria itu tegar sehingga ia harus di-back up dengan dihargai, diberikan penguatan, serta penghormatan demi untuk mempertahankan ketegarannya itu."
Memang, diakui Henny, banyak pria dan wanita mempunyai stereotip seperti yang digambarkan oleh John Gray. Hal ini ada kaitannya dengan budaya.
"Sejak kecil kita sudah diajarkan bahwa pria itu seperti apa dan harus diperlakukan bagaimana oleh wanita. Begitu juga sebaliknya. Sehingga saat kita dewasa, kita berharap orang akan memperlakukan kita seperti itu."
Nah, kalau itu yang terjadi, bukan tak mungkin kita lantas berpikir, "Ah, dia sudah tahu, kok, maksud saya. Saya juga sudah tahu maksud dia."
Sehingga dengan serta merta kita melakukan suatu yang kita anggap pasangan kita akan suka. "Padahal, kan, belum tentu sama." Akibatnya, terjadilah kesalahpahaman.
Jadi, meskipun ada stereotip tertentu tentang pria dan wanita, namun kita tetap harus melihat kembali pasangan kita sebagai individu yang berdiri sendiri. Apakah dia memang seperti gambaran stereotip tersebut atau hanya pada hal-hal tertentu ataukah dia malah sama sekali berada di luar stereotip tersebut. Apalagi dengan perubahan zaman tentunya tuntutan pria-wanita yang stereotip juga akan berubah. "Keadaan sekarang saja sudah jauh berbeda. Sekarang istri bisa bekerja di luar rumah dan suami bisa saja bekerja di dalam rumah."
Untuk itu, anjur Henny, pada saat kita bertemu seseorang, sebaiknya kita mengenali dia dengan lebih baik. Juga harus ada toleransi bahwa manusia itu tak seperti yang saya duga selamanya. Bahwa saya mungkin mempunyai kriteria tentang pria atau wanita tersebut, tapi bisa jadi dia tak seperti itu.
Nah, saya harus bisa menerima itu, karena manusia itu tak semuanya bagus dan baik, tapi juga tak semuanya jahat. Kita tak boleh menyamaratakan.
ADA KOMUNIKASI
Tentunya untuk wanita bisa mengenali si pria yang sebenarnya dan pria mengenali si wanita yang sebenarnya itu seperti apa diperlukan keterbukaan dari kedua belah pihak. Dengan kata lain, bila ada kebutuhan emosional yang berbeda, maka perlu dikomunikasikan.
"Kita harus mau membicarakannya karena ini menyangkut masalah persepsi yang ada. Ada harapan, kebutuhan, dan persepsi yang berbeda. Sehingga kalau tak pernah diutarakan akan ada kesulitan besar untuk memahami," kata Henny.
Jadi, utarakanlah kepada pasangan apa sebenarnya yang kita inginkan dari dirinya. Kita pun harus menanyakan kepada pasangan, apa yang dia maui. Kemudian diskusikan bersama bagaimana caranya menyatukan persepsi yang berbeda itu.
Selain itu, tambah Henny, yang tak kalah pentingnya ialah menerima pasangan apa adanya.
"Kalau kita mencintainya, maka kita harus mau menerima dia apa adanya. Jadi, enggak ada tuntutan. Apapun yang pasangan kita berikan, ya, cobalah kita terima dengan hati bahagia. Toh, ia sudah berusaha."
Jangan lupa, tukasnya mengingatkan, yang namanya manusia itu pasti banyak human error-nya atau kekeliruannya.
"Jadi, apapun yang dia berikan, kita terima saja dulu. Jangan lantas buru-buru mengkritik. Karena kalau itu yang terjadi, tidak akan beres suatu hubungan."
Lagipula, seperti dikemukakan John Gray, bisa jadi pasangan kita salah duga, "dia menganggap kita suka diperlakukan demikian." Untuk itulah kita harus memperbesar toleransi.
"Kita terima dulu keadaan itu, kita hargai usaha dia. Selebihnya kalau kita merasa tak puas dan sepertinya layak untuk diubah, barulah kemudian kita bicarakan."
Komunikasi ini sangat penting, tandas Henny. Karena kalau tak pernah dibicarakan akan terjadi kesalahpahaman terus yang lalu merembet ke pertengkaran, perselisihan.
"Pokoknya, konflik! Karena masing-masing berpikir, aku, kan sudah memenuhi kebutuhan kamu tapi, kok, kamu enggak memenuhi kebutuhanku. Jadi masing-masing merasa tak puas."
Kita "lupa" bahwa setiap individu berbeda, termasuk pasangan kita.
Konon, pria dan wanita itu berbeda, sehingga kebutuhan emosionalnya juga berbeda. Namun tak semua pria dan wanita memahami bahwa mereka memiliki kebutuhan berbeda.
Sehingga sering terjadi, mereka mendapatkan dari pasangannya apa yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Begitupun sebaliknya, mereka memberikan kepada pasangannya apa yang sebenarnya tak dibutuhkan oleh si pasangan.
Hal itu terjadi karena mereka berasumsi bahwa apa yang mereka dambakan/kehendaki, maka itu juga yang dibutuhkan oleh pasangannya. Sehingga, yang mereka berikan adalah apa yang mereka butuhkan sendiri, bukan kebutuhan pasangannya.
Itulah mengapa, kata John Gray, Ph.D., penulis buku Men Are From Mars, Women Are from Venus, seringkali orang mengatakan bahwa mereka sudah banyak memberi namun pasangannya tak membalasnya secara setimpal. "Ya, mereka memang memberi, tapi tidak seperti yang diinginkan pasangannya.
Untuk menerima lebih banyak, kita harus belajar bagaimana memberi, bukan dengan apa yang kita butuhkan, tapi apa yang pasangan kita butuhkan," tulisnya. Jika kita dapat memenuhi kebutuhan pasangan kita, maka pasangan kita pun secara spontan akan memenuhi kebutuhan kita.
John Gray yang selama lebih dari 20 tahun aktif menyelenggarakan berbagai seminar tentang menjalin hubungan antara pria-wanita/suami-istri ini, sangat meyakini bahwa pria dan wanita memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.
Bila kita tak memahami perbedaan-perbedaan tersebut, maka akan selalu terjadi kesalahpahaman dan kekeliruan. Kita pun tak akan bisa memahami mengapa usaha kita untuk saling memberi dukungan menjadi gagal.
KEBUTUHAN WANITA
Pada wanita, terang penulis buku Mars and Venus Together Forever dan Mars and Venus in The Bedroom ini, kebutuhan yang mendasar ialah ingin diperhatikan, dimengerti, dan dihormati.
"Setiap hari wanita ingin diyakinkan secara verbal bahwa ia dicintai." Artinya, ungkapan seperti, "Saya mencintaimu," secara terus menerus ingin selalu didengarnya.
Wanita juga ingin berbeda dari wanita lain dalam kehidupan suaminya. Ia ingin menjadi wanita satu-satunya, pertama, dan spesial bagi suaminya. Sehingga, ketika hal itu tak didapatkannya, ia mulai merasa tak berharga.
Tapi coba kalau ia merasa dirinyalah yang terpenting dalam kehidupan suaminya, maka dengan mudahnya ia akan memberikan kepercayaan kepada sang suami.
Selain itu, wanita ingin merasa didengarkan dan dipahami dengan penuh empati kala ia mengungkapkan perasaannya. Semakin terpenuhi kebutuhannya untuk didengarkan dan dimengerti, ia pun akan memberikan pengertian yang dibutuhkan pasangannya.
Begitu juga bila pria mau mempertimbangkan pikiran-pikiran si wanita, maka ia akan memberikan penghargaan yang layak diterima oleh suaminya. Sebab, ia merasa dihormati pada saat pria menanggapinya dengan mengakui dan mengutamakan hak-hak, harapan serta kebutuhannya.
KEBUTUHAN PRIA
Lain halnya dengan pria yang sangat membutuhkan penghargaan sebagai imbalan atas usaha dan perbuatannya. "Tanpa adanya cukup penghargaan, lelaki merasa gagal untuk mencapai tujuannya," ujar John Gray.
Karena pria akan menjadi sangat terluka bila wanita tak mempercayai, menghargai atau menerima motivasi, kemampuan, pikiran, keputusan serta sikapnya.
Dalam kondisi pria tak merasa berharga, bisa jadi ia akan menyerah atau justru melakukan tindakan berlawanan dan dengan keras kepala mengulanginya lagi sampai ia dihargai. Tapi kalau ia merasa dihargai oleh pasangannya, semangatnya akan bangkit.
Bahkan, sekalipun ia tak dapat memecahkan masalah di kantornya, namun bila sesampainya di rumah disambut oleh istri dengan kebahagiaan dan ungkapan terima kasih, stresnya langsung berkurang.
Yang juga perlu dipahami, pria tak suka bila ia merasa si wanita ingin mengubahnya atau mencoba memperbaikinya. Bukan berarti pria itu sempurna, tapi ia ingin dipercaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan sendiri. Dengan demikian, ia merasa diterima apa adanya.
Kalau sudah begitu, si pria pun akan lebih mudah untuk mendengarkan dan memberi kepada pasangannya. Ia akan penuh cinta dan perhatian terhadap perasaan dan kebutuhan pasangannya.
Apalagi jika pasangannya telah memetik manfaat dari perbuatan sang pria, maka ia akan semakin terdorong atau lebih bersemangat iuntuk berbuat lebih banyak lagi bagi pasangannya.
JANGAN BERLEBIHAN
Kendati berbeda, namun pada dasarnya pria dan wanita memiliki kebutuhan primer yang sama. John Gray merangkumnya dalam 7 kebutuhan, yaitu: cinta, perhatian, pengertian, rasa hormat, penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan.
Yang perlu diperhatikan, jangan sampai kita menjadi bersikap berlebihan terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut. Seperti dikatakan Dra. Henny Eunike Wirawan, M. Hum, "Kalau kita memiliki 7 kebutuhan tersebut dengan berlebihan, tentunya tak baik juga, kan."
Dikhawatirkan nantinya bisa menjadi posesif, sehingga kita jadi tak bebas bergerak. "Kalau kita terlalu diperhatikan, misalnya, itu, kan, bisa membuat kita ngeri. Sedikit-sedikit diperhatikan, buntutnya jadi enggak bebas juga."
Dalam membina hubungan, terang pembantu dekan I Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta ini, kita harus berani melepas pasangan kita untuk mengaktualisasikan dirinya. "Tapi kalau yang terjadi sebaliknya, berarti cintanya mengikat. Tentunya ini tidak sehat, kan."
Oleh karena itu, Henny melihat sebaiknya ketujuh kebutuhan tersebut ditambah satu kebutuhan lagi, yakni tanggung jawab. "Jadi, masing-masing mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya maupun terhadap pasangannya."
Misalnnya, pada saat pacaran, kalau kita mengasihi pacar kita maka kita akan membuatnya merasa aman dengan kita. Artinya, sang pria tak akan "mengobok-obok" pacarnya sebelum waktunya. "Itulah tanggung jawab dia pada pasangannya."
TIAP INDIVIDU BERBEDA
Henny juga meminta agar kita tak terlalu terpaku bahwa pria dan wanita haruslah seperti yang digambarkan oleh teori John Gray tersebut, sehingga mengharapkan dari pasangannya juga demikian. Sebab, terangnya, "manusia itu sangat individual. Tiap manusia pasti punya sisi feminin dan maskulinnya, hanya kadarnya yang berbeda."
Dengan kata lain, wanita yang satu belum tentu sama dengan wanita lain. Si A mungkin akan merasa senang bila suaminya mengucapkan, "Aku cinta padamu," setiap hari. Tapi si B mungkin malah tak suka dan merasa risih jika diperlakukan demikian. Begitu pula dengan pria, berbeda satu sama lain.
"Tak semua pria itu tegar sehingga ia harus di-back up dengan dihargai, diberikan penguatan, serta penghormatan demi untuk mempertahankan ketegarannya itu."
Memang, diakui Henny, banyak pria dan wanita mempunyai stereotip seperti yang digambarkan oleh John Gray. Hal ini ada kaitannya dengan budaya.
"Sejak kecil kita sudah diajarkan bahwa pria itu seperti apa dan harus diperlakukan bagaimana oleh wanita. Begitu juga sebaliknya. Sehingga saat kita dewasa, kita berharap orang akan memperlakukan kita seperti itu."
Nah, kalau itu yang terjadi, bukan tak mungkin kita lantas berpikir, "Ah, dia sudah tahu, kok, maksud saya. Saya juga sudah tahu maksud dia."
Sehingga dengan serta merta kita melakukan suatu yang kita anggap pasangan kita akan suka. "Padahal, kan, belum tentu sama." Akibatnya, terjadilah kesalahpahaman.
Jadi, meskipun ada stereotip tertentu tentang pria dan wanita, namun kita tetap harus melihat kembali pasangan kita sebagai individu yang berdiri sendiri. Apakah dia memang seperti gambaran stereotip tersebut atau hanya pada hal-hal tertentu ataukah dia malah sama sekali berada di luar stereotip tersebut. Apalagi dengan perubahan zaman tentunya tuntutan pria-wanita yang stereotip juga akan berubah. "Keadaan sekarang saja sudah jauh berbeda. Sekarang istri bisa bekerja di luar rumah dan suami bisa saja bekerja di dalam rumah."
Untuk itu, anjur Henny, pada saat kita bertemu seseorang, sebaiknya kita mengenali dia dengan lebih baik. Juga harus ada toleransi bahwa manusia itu tak seperti yang saya duga selamanya. Bahwa saya mungkin mempunyai kriteria tentang pria atau wanita tersebut, tapi bisa jadi dia tak seperti itu.
Nah, saya harus bisa menerima itu, karena manusia itu tak semuanya bagus dan baik, tapi juga tak semuanya jahat. Kita tak boleh menyamaratakan.
ADA KOMUNIKASI
Tentunya untuk wanita bisa mengenali si pria yang sebenarnya dan pria mengenali si wanita yang sebenarnya itu seperti apa diperlukan keterbukaan dari kedua belah pihak. Dengan kata lain, bila ada kebutuhan emosional yang berbeda, maka perlu dikomunikasikan.
"Kita harus mau membicarakannya karena ini menyangkut masalah persepsi yang ada. Ada harapan, kebutuhan, dan persepsi yang berbeda. Sehingga kalau tak pernah diutarakan akan ada kesulitan besar untuk memahami," kata Henny.
Jadi, utarakanlah kepada pasangan apa sebenarnya yang kita inginkan dari dirinya. Kita pun harus menanyakan kepada pasangan, apa yang dia maui. Kemudian diskusikan bersama bagaimana caranya menyatukan persepsi yang berbeda itu.
Selain itu, tambah Henny, yang tak kalah pentingnya ialah menerima pasangan apa adanya.
"Kalau kita mencintainya, maka kita harus mau menerima dia apa adanya. Jadi, enggak ada tuntutan. Apapun yang pasangan kita berikan, ya, cobalah kita terima dengan hati bahagia. Toh, ia sudah berusaha."
Jangan lupa, tukasnya mengingatkan, yang namanya manusia itu pasti banyak human error-nya atau kekeliruannya.
"Jadi, apapun yang dia berikan, kita terima saja dulu. Jangan lantas buru-buru mengkritik. Karena kalau itu yang terjadi, tidak akan beres suatu hubungan."
Lagipula, seperti dikemukakan John Gray, bisa jadi pasangan kita salah duga, "dia menganggap kita suka diperlakukan demikian." Untuk itulah kita harus memperbesar toleransi.
"Kita terima dulu keadaan itu, kita hargai usaha dia. Selebihnya kalau kita merasa tak puas dan sepertinya layak untuk diubah, barulah kemudian kita bicarakan."
Komunikasi ini sangat penting, tandas Henny. Karena kalau tak pernah dibicarakan akan terjadi kesalahpahaman terus yang lalu merembet ke pertengkaran, perselisihan.
"Pokoknya, konflik! Karena masing-masing berpikir, aku, kan sudah memenuhi kebutuhan kamu tapi, kok, kamu enggak memenuhi kebutuhanku. Jadi masing-masing merasa tak puas."
Mengapa Wanita Butuh Lebih Banyak Perhatian?
Siapapun wanita di
dunia ini pada umumnya mereka semua butuh perhatian. Itu ternyata
berlaku pada wanita dari semua usia. Tulisan ini terinspirasi karena
beberepa hari lalu saya mendengar seorang ibu berkata pada anaknya.
“Anakku,
mengapa akhir-akhir ini aku merasakan dirimu berubah?” Si anak kaget
dengan pernyataan ibunya. Karena sama sekali dia tidak merasa berubah
pada ibunya. Kemudian ia bertanya. “Berubah bagaimana ibu? Saya tidak
berubah sama sekali!” sang ibu menjawab “Kamu tidak pernah lagi telphon
ibu. Tidak seperti biasanya” Si anak baru tersadar, itu rupanya yang
membuat ibunya bersedih.
Anaknya ini
tinggal di kota yang jauh dari ibunya. Biasanya dalam beberapa hari
sekali ia selalu telphon ibunya, sekedar menanyakan kabar beliau. Tapi
sebulan terakhir ia begitu sibuk dan banyak pekerjaan yang menyita
pikiran dan waktunya. Hingga ia lupa untuk menghubungi sang ibu. Tidak
di sangka si ibu sangat berduka karena kelalaiannya.
Ini merupakan
sebuah bukti bahwa semu wanita itu membutuhkan perhatian. Sang anak
berpikir. Ternyata wanita itu sama, tidak hanya istrinya yang butuh
perhatian, tetapi ibunya juga. Entah itu dari pasangan hidupnya jika
masih ada. Ataupun perhatian dari anaknya atau keluarga dekat yang
dimilikinya.
Seorang pria baik
sebagai anak ataupun sebagai suami harus bisa memahami kebutuhan wanita
di sekelilingnya. Wanita dan pria itu memang berbeda. Secara
emosionalpun wanita punya emosi yang tidak sama dengan pria. Wanita
butuh perhatian lebih banyak, ingin dimengerti dan di hormati. Sementara
pria juga butuh itu tetapi mereka jauh lebih membutuhkan penghargaan
dalam hidupnya sebagai imbalan terhadap apa yang dilakukannya.
Sebagai seorang
anak, tentu saja seorang anak lelaki tahu pehatian seperti apa yang
perlu diberikannya pada ibunya. Menanyakan kabarnya secara berkala
merupakan bentuk perhatian yang sangat dinantikan sang ibunya.
Sementara dalam
hidup berpasangan sebagai suami, pria harus mengerti mengapa wanita
lebih banyak menuntut perhatian. Bagi wanita ia ingin selalu menjadi
seseorang yang nomor satu dalam kehidupan pasangannya. Ia akan sangat
senang bila dirinya menjadi prioritas bagi pasangannya. Jika dalam
kehidupannya dia tidak mendapatkan cukup perhatian maka dia akan merasa
tidak dihargai, tidak dianggap dan ia merasa tak ada di sisi
pasangannya.
Ternyata perhatian
itu adalah sebuah kebutuhan mendasar bagi seorang wanita. Itulah
sebabnya wanita selalu ingin diberi perhatian. Selain perhatian itu,
wanita juga butuh didengarkan. Semakin ia didengarkan dan dimengerti
oleh pasangannya maka semakin mudah baginya untuk mengerti dan memahami
pasangannya.
Meskipun butuh
perhatian, rupanya wanita juga tidak ingin diperlakukan berlebihan oleh
pasangannya. Yang pada akhirnya membuat dia menjadi posesif. Buatnya
sudah cukup memberinya perhatian-perhatian kecil yang berarti besar
baginya. Misalnya memberinya pelukan secara tiba-tiba Itu akan
membuatnya sangat dicintai. Sesekali mengucapkan cinta padanya, karena
wanita tidak hanya butuh tindakan sebagai ungkapan cinta kekasihnya.
Tetapi dia juga rindu pasangannya mengucapkan kata cinta secara
langsung. Itu akan sangat membahagiakannya.
Bagi anda para
pria, tidak perlu lagi bertanya. Mengapa wanita butuh perhatian? Karena
memang itu adalah kebutuhan mendasar baginya. Anda hanya perlu memahami
kebutuhannya itu, dan ternyata tidak sulit untuk memenuhinya. Jika anda
tahu apa yang harus anda lakukan pada wanita anda. Maka yakinlah anda
akan menjadi lelaki yang paling dicintainya di dunia.
Senin, 11 Februari 2013
Menjalani Hidup Apa Adanya
Siang itu saya terlibat diskusi ringan bersama beberapa staf guru SD Islam
Roushon Fikr tentang usaha dan ikhtiar kita “mengukir” masa depan. Dari
perbincangan itu saya jadi tahu bahwa saya termasuk orang yang terlalu polos
dan lugu memandang masa depan. Bagaimana tidak? Di kepala saya sama sekali tak
terbayangkan akan seperti apa hidup saya bersama anak dan istri dua puluh tahun
yang akan datang, hingga berapa harga beras per kilo pada waktu itu. Dalam hati
saya jadi tertawa, ternyata saya ini tidak “cerdas inspirasi” (jenis kecerdasan
merekayasa masa depan).
Lalu saya teringat sebuah buku yang ditulis Gay
Hendrick dan Kate Ludeman. Di buku itu dijelaskan, Anda dihadapkan pada dua
kotak. Kotak pertama berisi hal-hal yang sama sekali tidak bisa kita
kendalikan. Kotak kedua berisi hal-hal yang sepenuhnya dapat kita kendalikan.
Kita harus bisa mengalokasikan semua segi kehidupan ke dalam kotak yang tepat,
kemudian memusatkan seluruh perhatian kepada kotak yang berisi “hal-hal yang
sepenuhnya bisa kendalikan.”
Kotak pertama sungguh padat isinya, dan akan semakin
padat lagi jika kita semakin mencemaskannya. Beberapa hal yang sesungguhnya
tidak bisa kita kendalikan dan ini sering mencemaskan hati kita adalah perasaan
dan tindakan orang lain, semua yang telah terjadi - masa lalu, semua yang belum
terjadi - masa depan, serta hampir semua yang berlangsung di perasaan kita.
Sekarang mari kita bahas satu persatu. Kita sering
berusaha mengendalikan tindakan dan perasaan orang lain. Sekuat apapun usaha
itu, percayalah, kita tak akan sanggup. Coba bayangkan, bisakah anda masuk ke
dalam sanubari dan perasaan teman anda yang bersedih, lalu berkata, “Sudahlah
jangan bersedih,” lantas kesedihan sahabat anda akan sirna tiba-tiba? Semakin
keras usaha kita mencipta kendali untuk orang lain, akan semakin buruk hubungan
komunikasi kita. Shakespeare mengatakan, “Jangan menyalakan perapian terlalu
panas kepada musuhmu, agar tidak membakar dirimu.”
Juga mengendalikan masa lalu dan masa datang. Bisakah
kita merubah apa yang sudah terjadi satu jam yang lalu? Jika tak sanggup,
bagaimana dengan kejadian yang sudah lewat lima tahun silam? Mampukah kita
menjamin dua tahun yang akan datang kita akan mencapai apa yang kita inginkan?
Jika tak sanggup, bagaimana kita bisa yakin dengan kejadian yang akan menimpa
kita sepuluh tahun yang akan datang? Sayang, “mesin waktu” masa lalu dan masa
datang sampai detik ini belum ditemukan orang.
Ingin merubah masa lalu bagaikan usaha memadamkan
panasnya cahaya matahari: sebuah usaha sia-sia belaka. Demikian pula menatap
masa depan dengan hati cemas bagaikan mengaharap hidup abadi yang tak pernah
mati: sebuah usaha yang bikin geli. “Tutuplah pintu besi kenangan masa lalu.
Hiduplah dalam detik-detik hari ini dengan hasil terbaik,” saran Dr. Aidh
al-Qarni.
Apa arti semua itu? Kita jalani hidup ini apa adanya
dengan sikap yang realistis dan ikhtiar yang sungguh-sungguh (ijithad) untuk
mencapai hasil terbaik, ya hasil terbaik untuk hari ini, untuk hari ini. Robert
Louis Stevenson menulis, “Setiap orang mampu melakukan perkerjaannya sepanjang
hari, sesulit apapun pekerjaan itu. Dan setiap orang mampu untuk hidup bahagia
sepanjang hari hingga matahari tenggelam. Inilah yang dimaksud dengan hidup.”
Jenderal George Kruck, seorang perwira yang termasuk
paling anti terhadap orang Indian di Amerika, di catatan hariannya menuliskan,
“Semua kegelisahan hidup yang dialami kebanyakan orang Indian bersumber dari
khayalan sendiri, bukan pada realita kehidupan yang ada.”
Kehidupan kita hanya sehari saja. Kemarin telah pergi
dan hari esok belumlah datang. Dan sabda Rasulullah berikut ini menyimpan
semangat luar biasa agar kita mencapai hasil terbaik hari ini, “Shalatlah
seperti shalatnya orang yang tidak akan pernah kembali lagi.”
Kita musti menyadari bahwa jika kita tidak hidup
dengan kesadaran hanya dalam batasan hari ini saja, maka pikiran kita akan
terpecah, akan kacau semua urusan, dan akan semakin rumit menjalani hidup.
Inilah makna sabda Rasulullah, “Jika pagi tiba, jangan menunggu sore. Jika
sore tiba, jangan menunggu hingga waktu pagi.” Sudahlah, jangan menyibukkan
diri dengan memikirkan bagaimana nasib kita di masa depan. Masa depan masih
berada di Genggaman-Nya yang Ghaib. Jangan terlalu merisaukannya hingga ia
datang dengan sendirinya. “Rahasia kesuksesan adalah tidak memikirkan hasil
akhir; kerjakan yang terbaik pada SAAT INI, dan biarkan hasil akhir terbentuk
dengan sendirinya, “ saran J. Donald Walters.
Ya, kerjakan saja yang terbaik saat ini, seperti
ungkapan seorang penulis berikut ini,“Aku tahu Allah Maha Tahu; dan Allah Maha
Tahu aku tahu. Ia tak pernah tidur. Ia akan memberiku “sesuatu” yang paling aku
idamkan selama hidupku. Apa itu? Pertemuan mesra nan agung antara aku, istriku,
anak-anakku dengan diri-Nya di tengah derap langkah perjuangan membela
agama-Nya. Itulah saat bahagia yang tak ternilai, bagai Musa menerima sirri
Tuhannya di bukut Tursina, bagai Rasulullah menggigil di gua Hira.”
“Aku manusia ruhani, bagai lembut angin yang menebar
aroma wangi Islam ke seluruh penjuru. Jangan paksan aku dengan pikiran konyol
yang memaksa aku menjadi seonggok materi yang mati. Sedangkan bagaimana nanti
anak-anakku membayar uang sekolah, dari mana aku, anakku, dan istriku mendapat
makan, biarlah Allah yang mengurusnya...”
Selanjutnya, kita sering menyangka bahwa kita bisa
mengendalikan hal-hal yang berlangsung dalam hati kita. Mari kita pikirkan
bagaimana cara mengendalikan perasaan? Rasa takut, cemas, sedih, semua itu
hadir di hati tanpa bisa kita halangi. Dan kita semua tahu sangat tidak mudah
mengendalikan apalagi mengusirnya. Yang sering kita lakukan adalah menekan
perasaan takut, cemas, dan sedih itu agar tidak muncul. Semakin ditekan,
perasaan kita semakin kalut dan terguncang.
Lantas bagaimana caranya? Jika kita merasa takut,
cemas, sedih, kecewa, akui sajalah perasaan-perasaan itu, rasakan getarannya,
katakan sejujurnya pada hati bahwa saya sedang kecewa. Berusaha
mengendalikannya hanyalah seperti mencoba menahan laju air yang memancar dari
selang.
Nah, untuk mencapai sukses dan bahagia kita harus
mengetahui perbedaan antara kendali dan pengaruh. Kita tidak bisa mengendalikan
orang lain, masa lalu, masa depan, atau banyak hal yang berkecamuk di hati
kita, tetapi kita bisa memengaruhinya. Kendali itu muncul akibat rasa takut dan
cemas; sedangkan pengaruh sengaja dimunculkan berdasarkan tujuan dan rencana
yang tertata. Kendali adalah cermin dari sikap putus asa yang skeptis,
sedangkan pengaruh merupakan cermin dari sikap pribadi berkualitas yang teguh
memegang tujuan hidup sejati.
Ada startegi sederhana yang bisa dilakukan untuk
menghadapi hal-hal yang tak bisa kita kedalikan. Hadapi dan terimalah semuanya,
apa adanya. Kita tentu tak ingin energi hidup ini habis terkuras untuk menolak
hal-hal yang tak dapat kita rubah. Energi ini, jika disalurkan di tempat yang
semestinya, akan mengalirkan tenaga kreativitas yang penuh dinamika inovasi
yang akan mampu menciptakan banyak keajaiban.
Oleh karena itu, mari kita tatap hidup ini dengan sorot
mata elang, penuh sikap optimis dan yakin bahwa Allah telah mentukan jalan
hidup kita menjadi insan terbaik. Tak guna menangis, tak guna bersedih...
Kalidasa, seorang aktor drama dan penyair yang
terkenal dari India menulis puisi yang indah. Cobalah Anda merasakan getaran
semangatnya.
Salam buat Sang Fajar / Lihatlah hari ini / Sebab ia
adalah kehidupan, kehidupan dari kehidupan / Dalam sekejap ia telah melahirkan
berbagai hakikat dari wujudmu / Nikmat pertumbuhan / Pekerjaan yang indah /
Indahnya kemenangan / Karena hari kemarin tak lebih dari sebuah mimpi / Dan
esok hari hanyalah sebuah bayangan / Namun hari ini ketika Anda hidup sempurna
/ telah memnbuat hari kemarin sebagai impian yang indah / Setiap hari esok
adalah bayangan yang penuh harap / Maka lihatlah hari ini / Inilah salam untuk
sang fajar.
Dari Maq’al bin Yasar, Rasulullah Saw bersabda, “Allah
Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman,’Wahai anak Adam, luangkanlah waktumu
untuk beribadah kepada-Ku niscayaAku isi hatimu dengan rasa kaya, dan akan Aku
penuhi tanganmu dengan rejeki. Wahai anak Adam, janganlah kalian menjauhi Aku,
hingga Aku isi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi tanganmu dengan
kesibukan’.”
Selasa, 29 Januari 2013
Komitmen Dalam Menjalin Sebuah Hubungan
MENGAPA HARUS ADA KOMITMEN DALAM HUBUNGAN CINTA
Cinta
adalah sebentuk emosi. Sebagaimana bentuk emosi lain, sulit untuk bisa
bertahan sangat lama. Hal ini karena pertumbuhan dan perkembangan emosi,
seperti juga pada tingkah laku lainnya, ditentukan oleh proses
pematangan dan proses pembelajaran. Padahal orang selalu berharap untuk
memiliki CINTA selamanya.
Sedangkan komitmen adalah suatu janji pada diri kita sendiri ataupun orang lain yang tercermin dalam tindakan kita. Oleh karena itu, janji harus dipertahankan sampai akhir. Setiap orang dari kecil sampai dewasa pastilah pernah membuat komitmen, meskipun terkadang komitmen itu seringkali tidak diucapkan dengan kata-kata. Seiring bertambahnya usia seseorang, maka komitmen yang ada semakin berkembang dalam penerapannya. Lalu apa saja komitmen yang semakin berkembang itu? Bagaimana penerapan komitmen dalam kehidupan kita, terkhusus dalam hubungan cinta.
Dalam diri Kita pasti memiliki sebuah visi yang rindu untuk dibawa kedalam kehidupan. Ini visi yang layak untuk kita berkomitmen penuh. Komitmen terhadap visi kita yang paling mendalam adalah tidak mudah, dan akan meminta banyak hal dari anda.
Hal lain yang perlu dipupuk dalam sebuah komitmen adalah kepercayaan. Kepercayaan adalah ungkapan cinta yang utuh. Dengan sikap saling percaya, kita dan pasangan kita dapat menciptakan iklim yang baik bagi tumbuhnya benih-benih CINTA.
Hubungan "soul mate",atau juga pacaran pada dasarnya membutuhkan beberapa elemen ini. Namun, elemen-elemen tersebut muncul tahap demi tahap. Tidak berarti ketertarikan fisik akan hilang ketika kita memasuki hubungan yang lebih dalam, namun hal itu akan berubah. Kita tidak lagi mengalami perasaan yang meluap-luap, atau berbunga-bunga, begitu kita menjalani hubungan yang berangkat dari komitmen. Meskipun begitu, dalam hubungan yang sehat pun kita tetap dapat merasakan momen yang intens tersebut. Misalnya, ketika kita merasa ada yang kurang dalam diri kita ketika sang kekasih tidak lagi mengunjungi kita mungkin karena sibuk dengan pekerjaan atau kuliah, ataupun memberi perhatian sebagaimana biasanya. Yang kita rasakan bukan sekadar kangen, tetapi kita merasa ada sebagian diri kita yang hilang, atau tidak lengkap. Demikian pula yang dirasakan oleh pasangan terhadap kita.
Atau juga kita bersama pasangan berkomitmen hal-hal yang merupakan ungkapan secara fisik, mengapa tidak ? Namun pada rel-rel yang benar.
Komitmen dalam hubungan asmara/berpacaran juga berarti mengorbankan diri kita sendiri. Hal ini, adalah merupakan sebuah bentuk pengendalian. Kita ingin mengendalikan bagaimana orang lain merasa atau mempunyai kesan tentang kita dengan melakukan apa yang mereka ingin kita lakukan. Ketika kita melakukan apa yang orang lain ingin kita lakukan dalam hal mengasihi, tanpa persetujuan mereka, kita akan merasa baik. Namun ketika kita mengorbankan diri kita karena kita takut terhadap kemarahan atau pemutusan hubungan oleh pasangan kita, kita akan merasa terjebak dan tertolak. Untuk berada dalam hubungan yang berkomitmen, komitmen pertama yang perlu kita lakukan adalah komitmen kepada diri kita sendiri, jujur pada diri sendiri, integritas, dan kebebasan. Belajar untuk mengasihi diri sendiri adalah kunci untuk menyembuhkan ketakutan akan komitmen. Saat kita mengasihi diri sendiri, kita akan diisi dengan cinta dan anda akan mempunyai lebih banyak cinta untuk dibagikan kepada pasangan anda!
Sedangkan komitmen adalah suatu janji pada diri kita sendiri ataupun orang lain yang tercermin dalam tindakan kita. Oleh karena itu, janji harus dipertahankan sampai akhir. Setiap orang dari kecil sampai dewasa pastilah pernah membuat komitmen, meskipun terkadang komitmen itu seringkali tidak diucapkan dengan kata-kata. Seiring bertambahnya usia seseorang, maka komitmen yang ada semakin berkembang dalam penerapannya. Lalu apa saja komitmen yang semakin berkembang itu? Bagaimana penerapan komitmen dalam kehidupan kita, terkhusus dalam hubungan cinta.
Dalam diri Kita pasti memiliki sebuah visi yang rindu untuk dibawa kedalam kehidupan. Ini visi yang layak untuk kita berkomitmen penuh. Komitmen terhadap visi kita yang paling mendalam adalah tidak mudah, dan akan meminta banyak hal dari anda.
Hal lain yang perlu dipupuk dalam sebuah komitmen adalah kepercayaan. Kepercayaan adalah ungkapan cinta yang utuh. Dengan sikap saling percaya, kita dan pasangan kita dapat menciptakan iklim yang baik bagi tumbuhnya benih-benih CINTA.
Hubungan "soul mate",atau juga pacaran pada dasarnya membutuhkan beberapa elemen ini. Namun, elemen-elemen tersebut muncul tahap demi tahap. Tidak berarti ketertarikan fisik akan hilang ketika kita memasuki hubungan yang lebih dalam, namun hal itu akan berubah. Kita tidak lagi mengalami perasaan yang meluap-luap, atau berbunga-bunga, begitu kita menjalani hubungan yang berangkat dari komitmen. Meskipun begitu, dalam hubungan yang sehat pun kita tetap dapat merasakan momen yang intens tersebut. Misalnya, ketika kita merasa ada yang kurang dalam diri kita ketika sang kekasih tidak lagi mengunjungi kita mungkin karena sibuk dengan pekerjaan atau kuliah, ataupun memberi perhatian sebagaimana biasanya. Yang kita rasakan bukan sekadar kangen, tetapi kita merasa ada sebagian diri kita yang hilang, atau tidak lengkap. Demikian pula yang dirasakan oleh pasangan terhadap kita.
Atau juga kita bersama pasangan berkomitmen hal-hal yang merupakan ungkapan secara fisik, mengapa tidak ? Namun pada rel-rel yang benar.
Komitmen dalam hubungan asmara/berpacaran juga berarti mengorbankan diri kita sendiri. Hal ini, adalah merupakan sebuah bentuk pengendalian. Kita ingin mengendalikan bagaimana orang lain merasa atau mempunyai kesan tentang kita dengan melakukan apa yang mereka ingin kita lakukan. Ketika kita melakukan apa yang orang lain ingin kita lakukan dalam hal mengasihi, tanpa persetujuan mereka, kita akan merasa baik. Namun ketika kita mengorbankan diri kita karena kita takut terhadap kemarahan atau pemutusan hubungan oleh pasangan kita, kita akan merasa terjebak dan tertolak. Untuk berada dalam hubungan yang berkomitmen, komitmen pertama yang perlu kita lakukan adalah komitmen kepada diri kita sendiri, jujur pada diri sendiri, integritas, dan kebebasan. Belajar untuk mengasihi diri sendiri adalah kunci untuk menyembuhkan ketakutan akan komitmen. Saat kita mengasihi diri sendiri, kita akan diisi dengan cinta dan anda akan mempunyai lebih banyak cinta untuk dibagikan kepada pasangan anda!
10 Langkah dalam Menjaga Komitmen dalam berpacaran : Jurnalnet.com (Jakarta)
Membuat komitmen, termasuk komitmen merajut kasih dengan pasangan kita, rasanya bukan hal yang sulit. Bahkan, bisa dibilang, semudah menelan seteguk air. Yang susah adalah menjaga komitmen tersebut agar tetap berada pada jalurnya. Menjaga agar Anda berdua tidak mencederai komitmen yang sudah dibuat.
Sering sekali kita lihat, orang dengan gampang membuat komitmen. Namun, tak sedikit di antara mereka yang mengingkari komitmen yang sudah mereka buat, yang berujung pada retaknya hubungan, bahkan perceraian (dalam hidup perkawian )Jadi, soal penting yang harus kita hadapi adalah menjaga komitmen yang sudah kita buat.
Bagaimana caranya?
1. Jujur pada pasangan
Kejujuran merupakan langkah awal dalam menjalin hubungan dan menjaga komitmen. Dengan kejujuran, kita memiliki tanggung jawab moral untuk selalu menjaga komitmen yang sudah kita buat. Sebaliknya, kebohongan hanya akan mencederai komitmen. Yang juga harus dijaga adalah sikap apa adanya. Jangan berlebihan dalam segala hal, supaya komitmen tidak terlanggar. Menutup-nutupi dan melebih-lebihkan suatu kebenaran juga akan mengganggu komitmen. Langkah ideal yang perlu kita lakukan adalah bersikap jujur dan apa adanya terhadap pasangan. Sikap ini akan membawa kita pada hubungan yang harmonis dan suasana penuh kebahagiaan, sehingga hubungan kita tetap utuh.
2. Sabar
Bagaimana kita bisa menjaga komitmen jika emosi kita gampang tersulut, bahkan oleh kabar yang belum jelas, misalnya? Oleh karena itu, bersikap sabar sangat penting untuk mempertahankan komitmen. Orang yang mudah emosi saat menghadapi masalah, cenderung untuk juga mudah menghancurkan komitmen yang telah dibuat.
Oleh karena itu, terimalah setiap kejadian, baik menyenangkan maupun tidak, dengan hati lapang. Jadikan itu semua sebagai pelajaran hidup. Ingat, kesabaran sangat menentukan utuhnya komitmen kita dan pasangan dalam membina keharmonisan hubungan.
3. Saling memberi perhatian
Perhatian yang tulus akan menjadi inspirasi bagi kita untuk terus menjaga komitmen. Mungkin banyak godaan yang muncul di sekitar kita. Misalnya, godaan untuk berbagi perhatian dengan pria lain, atau wanita lain. Godaan semacam inilah yang akan menghancurkan komitmen yang sudah dibuat dengan pasangan.
Satu-satunya jalan untuk menghindari godaan semacam ini adalah dengan saling memberi perhatian pada pasangan. Tentu, perhatian yang memang tulus dari lubuk hati, bukan perhatian yang penuh kedok. Anggaplah pasangan sebagai orang yang sangat berarti dalam hidup kita. Ingatlah selalu bahwa dia adalah orang terbaik yang kita miliki untuk bersama-sama menjalani hidup. Dengan sikap seperti ini, komitmen untuk menjaga hubungan akan tetap terjaga dan kita dapat memasuki jenjang perkawinan dengan kebahagiaan.
4. Bertanggungjawab terhadap komitmen
Komitmen tentu butuh tanggungjawab. Cobalah untuk tidak bersikap seenaknya, namun jangan pula ada paksaan dalam hal membuat komitmen. Komitmen harus dibuat berdasarkan kesadaran penuh kedua pihak.
Jika ini bisa terwujud, maka kita pasti akan dengan sepenuh hati bertanggungjawab menjalankan komitmen demi kelangsungan hubungan. kita dapat menjaga tanggung jawab, misalnya, dengan menghargai pasangan kita. Jika kita tidak mau dilukai, maka jangan lukai pasangan dengan mengingkari komitmen yang telah dibuat. Inilah tanggung jawab yang harus kita junjung tinggi.
5. Mental pun perlu disiapkan
Seringkali, komitmen harus dibuat dengan sejumlah risiko. Tak pelak, mental kita pun harus disiapkan demi mengantisipasi hal-hal yang mungkin tak pernah terlintas dalam benak Anda. Misalnya, Kita menemukan bahwa pasangan ternyata masih saja suka pada hobi lamanya yang sangat menyita waktu, sementara kita sudah berkomitmen untuk tidak mengutak-atik kebiasaan pasangan. Atau kita masing-masing sudah tau kebiasaan buruk pasangan tetapi bukannya sama-sama memperbaiki tetapi saling menyalahkan sampai pada perbedaan pandangan atau prinsip yang sebenarnya dari awal hubungan telah diketahui.
Untuk itu, dalam membuat komitmen, kita juga harus menyiapkan mental agar tidak terkaget-kaget ketika berjumpa dengan sejumlah risiko. Dengan mental yang kuat, komitmen pun akan semakin kuat. Jalinan asmara pun akan tetap terjaga dan harmonis. Tanpa mental yang oke, bisa-bisa komitmen tidak akan lama bertahan, dan ini berarti hubungan terancam.
Sebaiknya, sebelum benar-benar siap mental, jangan buat komitmen apa pun. Jangan cederai diri kita sendiri dan pasangan dengan komitmen yang rapuh. Hanya dengan kesiapan mental, komitmen merajut hubungan akan berjalan lancar hingga memasuki jenjang perkawinan.
6. Berani berkorban
Membuat komitmen seringkali harus mengorbankan keinginan pribadi. Kita harus berani berkorban bila ingin membuat komitmen dengan seseorang, termasuk dengan pasangan hidup. Komitmen untuk menikah, membawa konsekuensi untuk tak lagi asyik dengan masa lalu. Komitmen untuk menikah menuntut kita untuk lebih banyak menghabiskan waktu untuk keluarga. Teman-teman dan masa lalu mungkin tak lagi menjadi prioritas. Jadi, berani berkorban untuk sebuah komitmen itu penting. Juga, memfokuskan pada komitmen yang telah dibuat dengan mengorbankan beberapa hal yang dulu kita miliki.
7. Bikin perencanaan yang matang
Setelah membuat komitmen, tentu kita tak bisa hanya berdiam diri. Kita harus segera membuat rencana matang, apa saja yang hendak kita lakukan bersama pasangan. Bertanyalah pada diri sendiri, "Setelah ini apa yang harus aku lakukan?" Pertanyaan inilah yang akan menuntun kita ke langkah-langkah yang jelas. Ada arah yang harus kita dan pasangan tuju, dan ini harus direncanakan dengan matang.
Jangan biarkan komitmen kita kosong, tidak jelas dan tidak memiliki arah serta tujuan. Dengan perencanaan, kita akan tetap selalu menjaga komitmen, karena begitu kita mengingkari komitmen, perencanaan pun akan buyar dan tujuan hidup berdua tak akan tercapai. Jadi, salah satu jalan menjaga komitmen adalah perlunya memiliki perencanaan yang matang.
8. Pentingnya komitmen tanpa syarat
Komitmen akan langgeng bila kita membuatnya tanpa melibatkan syarat apa pun, kecuali cinta dan harapan. Bila komitmen kita hanya ingin meraih kepentingan atau ambisi pribadi, tak usah heran jika komitmen kita akan cepat pudar. Hubungan pun akan hambar dan bisa-bisa tak akan bertahan lama.
Jadi, lepaskan dulu nafsu-nafsu merusak dalam diri kita sebelum membuat komitmen. Anggap pasangan sebagai pribadi yang perlu dihargai. Jalinan kasih tanpa syarat dengan komitmen yang tulus akan membuat hidup kita berdua lebih enjoy. Tidak ada beban yang perlu dikhawatirkan.
9. Jaga sikap baik
Menjaga komitmen juga berarti menjaga sikap. Jadi, kembangkan sikap-sikap yang baik dan tepislah sikap-sikap yang merusak. Jangan kotori komitmen dengan sikap yang buruk, misalnya gampang curiga, tidak percaya pada pasangan, atau ingin selalu menang sendiri. Sebaliknya, cobalah untuk bersikap menyenangkan, misalnya ramah, berbaik sangka, dan jujur kepada pasangan. Sikap positif itu harus terus kita jaga demi komitmen pada pasangan hidup.
Tak mudah memang menjaga hal-hal yang baik, sesulit kita menjaga komitmen. Namun, dengan sikap yang kita punya, yakinlah bahwa kita akan mampu. Mungkin dengan sedikit kerja keras dan kesabaran, sikap kita akan tetap terjaga dan komitmen juga akan aman-aman.
10. Cari terus inspirasi
Komitmen akan semakin kuat bila kita rajin mencari inspirasi untuk mencipta hidup berdua yang lebih baik. Kita dapat mempelajari pengalaman hidup orang lain, bisa pula dengan menonton film atau membaca buku. Dari situ, kita dapat memetik hikmah yang diberikan untuk selalu menginspirasi kita dalam menjaga komitmen. Pengalaman hidup yang tertuang dalam buku atau cerita film, misalnya, akan membantu meneguhkan komitmen dengan pasangan.
Lebih baik lagi, pelajarilah pengalaman orang lain yang jatuh bangun mempertahankan komitmennya. Ini akan dapat mempertebal semangat kita dalam menjaga komitmen dengan pasangan. Carilah inspirasi sebanyak mungkin, agar kita dapat menjaga komitmen demi keharmonisan hubungan dengan pasangan.
Apabila kita, yang menjalin hubungan bukan hanya semata-mata rasa suka, cinta dan tertarik secara fisik maka Komitmen dalam menjalin hubungan berpacaran sangatlah perlu.
Janganlah membuat komitmen selagi hubungan kita masih tahap memilih atau coba-coba, karena akibatnya dapat kita rasakan sendiri.
Semoga Komitmen kami berdua berjalan mulus sebagaimana yang kami harapkan.
Membuat komitmen, termasuk komitmen merajut kasih dengan pasangan kita, rasanya bukan hal yang sulit. Bahkan, bisa dibilang, semudah menelan seteguk air. Yang susah adalah menjaga komitmen tersebut agar tetap berada pada jalurnya. Menjaga agar Anda berdua tidak mencederai komitmen yang sudah dibuat.
Sering sekali kita lihat, orang dengan gampang membuat komitmen. Namun, tak sedikit di antara mereka yang mengingkari komitmen yang sudah mereka buat, yang berujung pada retaknya hubungan, bahkan perceraian (dalam hidup perkawian )Jadi, soal penting yang harus kita hadapi adalah menjaga komitmen yang sudah kita buat.
Bagaimana caranya?
1. Jujur pada pasangan
Kejujuran merupakan langkah awal dalam menjalin hubungan dan menjaga komitmen. Dengan kejujuran, kita memiliki tanggung jawab moral untuk selalu menjaga komitmen yang sudah kita buat. Sebaliknya, kebohongan hanya akan mencederai komitmen. Yang juga harus dijaga adalah sikap apa adanya. Jangan berlebihan dalam segala hal, supaya komitmen tidak terlanggar. Menutup-nutupi dan melebih-lebihkan suatu kebenaran juga akan mengganggu komitmen. Langkah ideal yang perlu kita lakukan adalah bersikap jujur dan apa adanya terhadap pasangan. Sikap ini akan membawa kita pada hubungan yang harmonis dan suasana penuh kebahagiaan, sehingga hubungan kita tetap utuh.
2. Sabar
Bagaimana kita bisa menjaga komitmen jika emosi kita gampang tersulut, bahkan oleh kabar yang belum jelas, misalnya? Oleh karena itu, bersikap sabar sangat penting untuk mempertahankan komitmen. Orang yang mudah emosi saat menghadapi masalah, cenderung untuk juga mudah menghancurkan komitmen yang telah dibuat.
Oleh karena itu, terimalah setiap kejadian, baik menyenangkan maupun tidak, dengan hati lapang. Jadikan itu semua sebagai pelajaran hidup. Ingat, kesabaran sangat menentukan utuhnya komitmen kita dan pasangan dalam membina keharmonisan hubungan.
3. Saling memberi perhatian
Perhatian yang tulus akan menjadi inspirasi bagi kita untuk terus menjaga komitmen. Mungkin banyak godaan yang muncul di sekitar kita. Misalnya, godaan untuk berbagi perhatian dengan pria lain, atau wanita lain. Godaan semacam inilah yang akan menghancurkan komitmen yang sudah dibuat dengan pasangan.
Satu-satunya jalan untuk menghindari godaan semacam ini adalah dengan saling memberi perhatian pada pasangan. Tentu, perhatian yang memang tulus dari lubuk hati, bukan perhatian yang penuh kedok. Anggaplah pasangan sebagai orang yang sangat berarti dalam hidup kita. Ingatlah selalu bahwa dia adalah orang terbaik yang kita miliki untuk bersama-sama menjalani hidup. Dengan sikap seperti ini, komitmen untuk menjaga hubungan akan tetap terjaga dan kita dapat memasuki jenjang perkawinan dengan kebahagiaan.
4. Bertanggungjawab terhadap komitmen
Komitmen tentu butuh tanggungjawab. Cobalah untuk tidak bersikap seenaknya, namun jangan pula ada paksaan dalam hal membuat komitmen. Komitmen harus dibuat berdasarkan kesadaran penuh kedua pihak.
Jika ini bisa terwujud, maka kita pasti akan dengan sepenuh hati bertanggungjawab menjalankan komitmen demi kelangsungan hubungan. kita dapat menjaga tanggung jawab, misalnya, dengan menghargai pasangan kita. Jika kita tidak mau dilukai, maka jangan lukai pasangan dengan mengingkari komitmen yang telah dibuat. Inilah tanggung jawab yang harus kita junjung tinggi.
5. Mental pun perlu disiapkan
Seringkali, komitmen harus dibuat dengan sejumlah risiko. Tak pelak, mental kita pun harus disiapkan demi mengantisipasi hal-hal yang mungkin tak pernah terlintas dalam benak Anda. Misalnya, Kita menemukan bahwa pasangan ternyata masih saja suka pada hobi lamanya yang sangat menyita waktu, sementara kita sudah berkomitmen untuk tidak mengutak-atik kebiasaan pasangan. Atau kita masing-masing sudah tau kebiasaan buruk pasangan tetapi bukannya sama-sama memperbaiki tetapi saling menyalahkan sampai pada perbedaan pandangan atau prinsip yang sebenarnya dari awal hubungan telah diketahui.
Untuk itu, dalam membuat komitmen, kita juga harus menyiapkan mental agar tidak terkaget-kaget ketika berjumpa dengan sejumlah risiko. Dengan mental yang kuat, komitmen pun akan semakin kuat. Jalinan asmara pun akan tetap terjaga dan harmonis. Tanpa mental yang oke, bisa-bisa komitmen tidak akan lama bertahan, dan ini berarti hubungan terancam.
Sebaiknya, sebelum benar-benar siap mental, jangan buat komitmen apa pun. Jangan cederai diri kita sendiri dan pasangan dengan komitmen yang rapuh. Hanya dengan kesiapan mental, komitmen merajut hubungan akan berjalan lancar hingga memasuki jenjang perkawinan.
6. Berani berkorban
Membuat komitmen seringkali harus mengorbankan keinginan pribadi. Kita harus berani berkorban bila ingin membuat komitmen dengan seseorang, termasuk dengan pasangan hidup. Komitmen untuk menikah, membawa konsekuensi untuk tak lagi asyik dengan masa lalu. Komitmen untuk menikah menuntut kita untuk lebih banyak menghabiskan waktu untuk keluarga. Teman-teman dan masa lalu mungkin tak lagi menjadi prioritas. Jadi, berani berkorban untuk sebuah komitmen itu penting. Juga, memfokuskan pada komitmen yang telah dibuat dengan mengorbankan beberapa hal yang dulu kita miliki.
7. Bikin perencanaan yang matang
Setelah membuat komitmen, tentu kita tak bisa hanya berdiam diri. Kita harus segera membuat rencana matang, apa saja yang hendak kita lakukan bersama pasangan. Bertanyalah pada diri sendiri, "Setelah ini apa yang harus aku lakukan?" Pertanyaan inilah yang akan menuntun kita ke langkah-langkah yang jelas. Ada arah yang harus kita dan pasangan tuju, dan ini harus direncanakan dengan matang.
Jangan biarkan komitmen kita kosong, tidak jelas dan tidak memiliki arah serta tujuan. Dengan perencanaan, kita akan tetap selalu menjaga komitmen, karena begitu kita mengingkari komitmen, perencanaan pun akan buyar dan tujuan hidup berdua tak akan tercapai. Jadi, salah satu jalan menjaga komitmen adalah perlunya memiliki perencanaan yang matang.
8. Pentingnya komitmen tanpa syarat
Komitmen akan langgeng bila kita membuatnya tanpa melibatkan syarat apa pun, kecuali cinta dan harapan. Bila komitmen kita hanya ingin meraih kepentingan atau ambisi pribadi, tak usah heran jika komitmen kita akan cepat pudar. Hubungan pun akan hambar dan bisa-bisa tak akan bertahan lama.
Jadi, lepaskan dulu nafsu-nafsu merusak dalam diri kita sebelum membuat komitmen. Anggap pasangan sebagai pribadi yang perlu dihargai. Jalinan kasih tanpa syarat dengan komitmen yang tulus akan membuat hidup kita berdua lebih enjoy. Tidak ada beban yang perlu dikhawatirkan.
9. Jaga sikap baik
Menjaga komitmen juga berarti menjaga sikap. Jadi, kembangkan sikap-sikap yang baik dan tepislah sikap-sikap yang merusak. Jangan kotori komitmen dengan sikap yang buruk, misalnya gampang curiga, tidak percaya pada pasangan, atau ingin selalu menang sendiri. Sebaliknya, cobalah untuk bersikap menyenangkan, misalnya ramah, berbaik sangka, dan jujur kepada pasangan. Sikap positif itu harus terus kita jaga demi komitmen pada pasangan hidup.
Tak mudah memang menjaga hal-hal yang baik, sesulit kita menjaga komitmen. Namun, dengan sikap yang kita punya, yakinlah bahwa kita akan mampu. Mungkin dengan sedikit kerja keras dan kesabaran, sikap kita akan tetap terjaga dan komitmen juga akan aman-aman.
10. Cari terus inspirasi
Komitmen akan semakin kuat bila kita rajin mencari inspirasi untuk mencipta hidup berdua yang lebih baik. Kita dapat mempelajari pengalaman hidup orang lain, bisa pula dengan menonton film atau membaca buku. Dari situ, kita dapat memetik hikmah yang diberikan untuk selalu menginspirasi kita dalam menjaga komitmen. Pengalaman hidup yang tertuang dalam buku atau cerita film, misalnya, akan membantu meneguhkan komitmen dengan pasangan.
Lebih baik lagi, pelajarilah pengalaman orang lain yang jatuh bangun mempertahankan komitmennya. Ini akan dapat mempertebal semangat kita dalam menjaga komitmen dengan pasangan. Carilah inspirasi sebanyak mungkin, agar kita dapat menjaga komitmen demi keharmonisan hubungan dengan pasangan.
Apabila kita, yang menjalin hubungan bukan hanya semata-mata rasa suka, cinta dan tertarik secara fisik maka Komitmen dalam menjalin hubungan berpacaran sangatlah perlu.
Janganlah membuat komitmen selagi hubungan kita masih tahap memilih atau coba-coba, karena akibatnya dapat kita rasakan sendiri.
Semoga Komitmen kami berdua berjalan mulus sebagaimana yang kami harapkan.
## copas dari http://critacin.blogspot.com/2010/03/mengapa-harus-ada-komitmen-dalam.html
Kamis, 10 Januari 2013
Deskripsi Niat/ Usholli/ Nawaitu
Sahabat -Al Faruq- Umar bin Khaththab radhiyallahu ’anhu berkata,”Saya mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,’Sesungguhnya
amal itu tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan yang ia
niatkan. Barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia
telah berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang
hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang
akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya’.”
(HR. Bukhari & Muslim). Inilah hadits yang menunjukkan bahwa amal
seseorang akan dibalas atau diterima tergantung dari niatnya.
Setiap Orang Pasti Berniat Tatkala Melakukan Amal
Niat adalah amalan hati dan hanya Allah Ta’ala yang mengetahuinya. Niat itu tempatnya di dalam hati dan bukanlah di lisan,
hal ini berdasarkan ijma' (kesepakatan) para ulama sebagaimana yang
dinukil oleh Ahmad bin Abdul Harim Abul Abbas Al Haroni dalam Majmu'
Fatawanya.
Setiap orang yang melakukan suatu amalan pasti telah memiliki niat
terlebih dahulu. Karena tidak mungkin orang yang berakal yang punya ikhtiar
(pilihan) melakukan suatu amalan tanpa niat. Seandainya seseorang
disodorkan air kemudian dia membasuh kedua tangan, berkumur-kumur hingga
membasuh kaki, maka tidak masuk akal jika dia melakukan pekerjaan
tersebut -yaitu berwudhu- tanpa niat. Sehingga sebagian ulama
mengatakan,”Seandainya Allah membebani kita suatu amalan tanpa niat, niscaya ini adalah pembebanan yang sulit dilakukan.”
Apabila setan membisikkan kepada seseorang yang selalu merasa was-was
dalam shalatnya sehingga dia mengulangi shalatnya beberapa kali. Setan
mengatakan kepadanya,”Hai manusia, kamu belum berniat”. Maka ingatlah,”Tidak mungkin seseorang mengerjakan suatu amalan tanpa niat. Tenangkanlah hatimu dan tinggalkanlah was-was seperti itu.”(Lihat Syarhul Mumthi, I/128 dan Al Fawa’id Dzahabiyyah, hal.12)
Melafadzkan Niat
Masyarakat kita sudah sangat akrab dengan melafalkan niat (maksudnya
mengucapkan niat sambil bersuara keras atau lirih) untuk ibadah-ibadah
tertentu. Karena demikianlah yang banyak diajarkan oleh ustadz-ustadz
kita bahkan telah diajarkan di sekolah-sekolah sejak Sekolah Dasar
hingga perguruan tinggi. Contohnya adalah tatkala hendak shalat berniat ’Usholli fardhol Maghribi ...’ atau pun tatkala hendak berwudhu berniat ’Nawaitu wudhu’a liraf’il hadatsi ...’.
Kalau kita melihat dari hadits di atas, memang sangat tepat kalau
setiap amalan harus diawali niat terlebih dahulu. Namun apakah niat itu
harus dilafalkan dengan suara keras atau lirih?!
Secara logika mungkin dapat kita jawab. Bayangkan berapa banyak niat
yang harus kita hafal untuk mengerjakan shalat mulai dari shalat sunat
sebelum shubuh, shalat fardhu shubuh, shalat sunnah dhuha, shalat sunnah
sebelum dzuhur, dst. Sangat banyak sekali niat yang harus kita hafal
karena harus dilafalkan. Karena ini pula banyak orang yang meninggalkan
amalan karena tidak mengetahui niatnya atau karena lupa. Ini sungguh
sangat menyusahkan kita. Padahal Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,”Sesungguhnya agama itu mudah.” (HR. Bukhari)
Ingatlah setiap ibadah itu bersifat tauqifiyyah, sudah
paketan dan baku. Artinya setiap ibadah yang dilakukan harus ada dalil
dari Al Qur’an dan Hadits termasuk juga dalam masalah niat.
Setelah kita lihat dalam buku tuntunan shalat yang tersebar di
masyarakat atau pun di sekolahan yang mencantumkan lafadz-lafadz niat
shalat, wudhu, dan berbagai ibadah lainnya, tidaklah kita dapati mereka
mencantumkan ayat atau riwayat hadits tentang niat tersebut. Tidak
terdapat dalam buku-buku tersebut yang menyatakan bahwa lafadz niat ini
adalah hadits riwayat Imam Bukhari dan sebagainya.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitab beliau Zaadul Ma’ad, I/201,
”Jika seseorang menunjukkan pada kami satu hadits saja dari Rasul dan
para sahabat tentang perkara ini (mengucapkan niat), tentu kami akan
menerimanya. Kami akan menerimanya dengan lapang dada. Karena tidak ada
petunjuk yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi dan sahabatnya. Dan
tidak ada petunjuk yang patut diikuti kecuali petunjuk yang disampaikan
oleh pemilik syari’at yaitu Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam.” Dan sebelumnya beliau mengatakan mengenai petunjuk Nabi dalam shalat,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak mendirikan shalat maka beliau mengucapkan : ‘Allahu Akbar’. Dan beliau tidak mengatakan satu lafadz pun sebelum takbir dan tidak pula melafadzkan niat sama sekali.”
Maka setiap orang yang menganjurkan mengucapkan niat wudhu, shalat,
puasa, haji, dsb, maka silakan tunjukkan dalilnya. Jika memang ada dalil
tentang niat tersebut, maka kami akan ikuti. Dan janganlah berbuat
suatu perkara baru dalam agama ini yang tidak ada dasarnya dari Nabi.
Karena Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,” Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada dasar dari kami, maka amalan tersebut tertolak. (HR. Muslim). Dan janganlah selalu beralasan dengan mengatakan ’Niat kami kan baik’, karena sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhuma mengatakan,”Betapa banyak orang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” (HR. Ad Darimi, sanadnya shahih, lihat Ilmu Ushul Bida’, hal. 92)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat wa shallallahu ’ala Muhammad wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Selasa, 08 Januari 2013
Allah Azza Wa Jalla
Allah Azza Wa Jalla
Allah adalah nama TUHAN kita yang menciptakan seluruh semesta,
Seperti yang terdapat dalam Al-Qur'an
Seperti yang terdapat dalam Al-Qur'an
"Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian
Dia bersemayam di atas Arsy (singgasana) untuk mengatur segala
urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada
keizinan-Nya. (Zat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. YUNUS:3)
Kata Azza merupakan kata kerja intransitif, berasal dari kata sifat = Aziz artinya Perkasa. Wa = artinya Dan,
Sedangkan Jalla juga merupakan kata kerja intransitif, berasal dari kata sifat = Jalil artinya Luhur/Agung.
Sehingga arti dari kata Allah Azza Wa Jalla adalah Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung.
Sedangkan Jalla juga merupakan kata kerja intransitif, berasal dari kata sifat = Jalil artinya Luhur/Agung.
Sehingga arti dari kata Allah Azza Wa Jalla adalah Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung.
Langganan:
Postingan (Atom)